SENDRATARI
SUGRIWA SUBALI
Perjalanan satu setengah jam kami mulai perjalanan dari desa Pandanrejo lewat desa Tlogoguwo yang ada di Kec Kaligesing Purworejo Jawa-Tengah menuju tempat wisata Goa Kiskendo yang ada di Provinsi DIY.
Jalan
masuk ke kawasan Gua Kiskendo tampak padat dengan kendaraan bermotor. Para
petugas parkir dengan rompi hijau menyala terlihat sibuk di sana-sini mengatur
kendaraan agar terparkir rapi. Dari kejauhan sudah terdengar musik yang berasal
dari tabuhan gamelan. Dalam hati saya pun bertanya, "Apa sudah
dimulai?". Kami pun buru-buru menuju ke pendopo setelah sebelumnya
membayar tiket masuk area wisata Gua Kiskendo, tak mau ketinggalan lebih jauh
lagi. Alangkah leganya ketika kami sampai di area dekat pendopo, ternyata
pertunjukan belum dimulai. Panggung sederhana yang dibangun tak jauh dari
pendopo masih terlihat kosong tanpa penari yang meliak-liuk lincah di atasnya.
Hanya terlihat para wiyaga yang
menabuh gamelan mengiringi tembang yang dinyanyikan para waranggana dan wiraswara. Sementara itu, di dalam
pendopo para pemain tampak bersiap-siap dengan riasan dan kostum masing-masing.
Kisah Subali Sugriwa yang merupakan
bagian dari epos Ramayana karya Walmiki, berkembang sebagai legenda di Gua Kiskendo,
Jatimulyo, Kulonprogo. Kisah tentang dua kakak beradik wanara yang diutus para
dewa untuk menyelamatkan Dewi Tara dari cengkraman Mahesasura dan Lembusura,
namun berujung pada perselisihan kedua bersaudara. Tak sekedar mendengar cerita
dari pemandu wisata, kali ini kami berkesempatan menyaksikan secara langsung
visualisasi legenda tersebut dalam bentuk Sendratari Kolosal Sugriwa Subali,
yaitu pertunjukan drama tanpa kata yang dikisahkan lewat tembang-tembang Jawa
serta dipadukan dengan gerak gemulai tarian para pemerannya.
Setelah beberapa saat menunggu para
pemain bersiap-siap, pertunjukan yang kami nanti pun dimulai. Tanah-tanah
berundak yang tertutup rerumputan di depan panggung menjadi lokasi pilihan kami
untuk menyaksikan pementasan, di bawah naungan sebuah pohon rindang yang entah
apa jenisnya. Pementasan diawali dengan semacam tarian persembahan sebagai
tradisi ungkapan syukur berupa arak-arakan gunungan hasil bumi yang diiringi
tarian para dayang. Bagian menarik pun terjadi beberapa saat setelah para
dayang usai menari. Saat kera-kera Gua Kiskendo menyerbu gunungan dan melempar-lemparkan
tomat, terong, kacang panjang serta berbagai isi gunungan lainnya ke arah
penonton, termasuk kami. Sementara para kera tampak tertawa kegirangan,
beberapa orang yang duduk lebih dekat dengan panggung terlihat berseru histeris
sambil menutupi wajah menghindari serangan. Alih-alih marah, para penonton yang
terkena peluru nyasar malah ikut tertawa setelah tak ada lagi hasil bumi yang
berterbangan.
Tak seperti legenda aslinya, karena
beberapa alasan tak semua detail cerita dikisahkan dalam sendratari yang
berdurasi sekitar satu jam ini. Alur cerita diawali dengan tugas yang diberikan
kepada Sugriwa Subali untuk menyelamatkan Dewi Tara, putri Dewa Indra yang
diculik oleh Mahesasura dan Lembusura. Untuk menghadapi Mahesasura dan
Lembusura yang dikenal sakti, para dewa pun memberikan Aji Pancasona pada
Subali. Kakak beradik wanara itu pun kemudian berangkat ke Kiskendo, gua yang
menjadi kerajaan Mahesasura dan Lembusura. Karena hanya Subali yang memiliki
kesaktian Aji Pancasona, ia pun menyuruh adiknya Sugriwa untuk menunggu di luar
gua ketika mereka terdesak. Subali juga berpesan kepada adiknya jika yang
mengalir keluar gua adalah darah merah, maka Subali telah mengalahkan
musuh-musuhnya. namun jika yang keluar darah putih, maka Subali telah dikalahkan
dan Sugriwa harus menutup pintu gua dengan batu.
Sesuai pesan kakaknya, Sugriwa menutup
pintu gua dengan batu ketika melihat cairan berwarna merah bercampur putih
mengalir keluar dari dalam gua, mengira Subali telah tewas dengan salah satu
musuhnya. Padahal warna merah dan putih yang diilustrasikan dengan bentangan
kain dalam pementasan ini adalah darah Mahesasura dan Lembusura yang bercampur
dengan isi kepala mereka karena pecah diadu oleh Subali. Kebingungan melihat
pintu gua yang tertutup batu, Subali memutuskan melubangi bagian dalam gua
untuk keluar. Sekali lagi kami dikejutkan dengan atraksi njeblug yang
menarik dalam sendratari ini. Tiba-tiba saja Subali sudah muncul di atas bukit
di area Gua Kiskendo setelah diawali dengan lemparan bebatuan buatan serta
suara ledakan yang sepertinya berasal dari petasan. Pementasan pun berakhir
dengan babak perselisihan kedua kakak beradik karena Subali mengira Sugriwa
berkhianat demi mendapatkan Dewi Tara. Perselisihan pun baru berakhir setelah
kedatangan Bathara Narada yang melerai keduanya.
Mengambil lokasi di panggung terbuka
dengan latar tebing batu di alam terbuka, sendratari kolosal yang dilaksanakan
sebulan sekali ini pun semakin membuat kami para penikmatnya berimajinasi pada
kisah yang sesungguhnya. Terbayang suasana yang lebih dramatis jika pelaksanaan
pementasan dilakukan pada malam hari dengan lighting warna-warni.
Bahkan mungkin Sendratari Sugriwa Subali ini tak akan kalah megahnya dengan
Ramayana Ballet di Candi Prambanan. Namun meskipun saat ini masih dilaksanakan
pada siang hari tanpa pencahayaan, pementasan sendratari yang bisa menjadi ikon
baru wisata di Kulonprogo ini tetap menghipnotis siapapun yang datang untuk
menyaksikannya.
Glosarium:
njeblug: meledak (dalam bahasa Jawa)
wanara: kera (berasal dari bahasa Sansekerta)
waranggono: penyanyi wanita dalam seni karawitan atau wayang; pesinden
wiraswara: penyanyi pria dalam seni karawitan atau wayang
wiyaga: penabuh gamelan
njeblug: meledak (dalam bahasa Jawa)
wanara: kera (berasal dari bahasa Sansekerta)
waranggono: penyanyi wanita dalam seni karawitan atau wayang; pesinden
wiraswara: penyanyi pria dalam seni karawitan atau wayang
wiyaga: penabuh gamelan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar